4. Tujuan dan Hikmah Diutusnya Para Rasul
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membawakan firman Allah (yang artinya), “Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul, yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl : 36). Ayat ini menunjukkan kesepakatan segenap rasul dalam mendakwahkan tauhid, dan bahwasanya mereka diutus dengan membawa misi ini; yaitu dakwah tauhid (lihat Al-Qaul-Al-Mufid oleh Syaikh Al-Utsaimin, 1/14)
Allah mengutus para rasul untuk mendakwahkan tauhid. Sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Tidaklah Kami utus sebelummu seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya; bahwa tiada ilah/sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (Al-Anbiya’ : 25).
Ketika menerangkan kandungan ayat di atas -dalam surat An-Nahl- Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah mengatakan, “Ayat ini menunjukkan bahwa hikmah diutusnya para rasul adalah supaya mereka mendakwahi kaumnya untuk beribadah kepada Allah semata dan melarang dari beribadah kepada selain-Nya. Selain itu, ayat ini menunjukkan bahwa -tauhid- inilah agama para nabi dan rasul, walaupun syari’at mereka berbeda-beda.” (lihat Fat-hul Majid, hal. 20)
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata sembari menerangkan faidah-faidah dari ayat yang dibawakan oleh penulis Kitab Tauhid ini, “Bahwasanya hikmah diutusnya para rasul ialah dalam rangka mendakwahkan tauhid dan melarang dari syirik.” (lihat Al-Mulakhash fi Syarhi Kitabit Tauhid, hal. 11)
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan dan Syaikh Shalih bin Abdul Aziz dalam syarah mereka, bahwa ayat yang dibawakan oleh penulis -Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab- ini -dalam surat An-Nahl- merupakan tafsir dan penjelasan terhadap ayat sebelumnya -dalam surat Adz-Dzariyat-. Pada ayat sebelumnya telah diterangkan bahwa ibadah merupakan tujuan dan hikmah penciptaan, sementara di dalam ayat ini dijelaskan bahwa hakikat ibadah itu adalah tauhid; yaitu beribadah kepada Allah dan menjauhi thaghut.
Ayat di atas -dalam surat An-Nahl- memberikan faidah kepada kita, bahwasanya amal ibadah tidak akan diterima kecuali apabila dibarengi dengan sikap berlepas diri dari peribadatan kepada segala sesembahan selain Allah. Sebab ibadah yang dimaksud dan diperintahkan Allah adalah ibadah yang tidak tercampuri oleh kemusyrikan dalam bentuk penghambaan kepada siapa atau apapun selain Allah. Demikian faidah dari keterangan Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah dalam kitab syarah beliau yang lain (lihat Qurratu ‘Uyunil Muwahhidin, hal. 4)
Diantara faidah agung dari ayat yang dibawakan oleh penulis Kitab Tauhid ini -dalam surat An-Nahl di atas- adalah keimanan kepada para rasul. Kita wajib mengimani adanya para rasul; utusan Allah, baik yang disebutkan namanya atau tidak disebutkan. Iman kepada rasul-rasul bahkan termasuk di dalam rukun iman yang enam. Para rasul itu diutus untuk mendakwahkan tauhid kepada umatnya (lihat keterangan Syaikh Al-Fauzan dalam I’anatul Mustafid, 1/35)
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Sebagaimana Allah menciptakan makhluk/manusia untuk beribadah kepada-Nya, demikian pula Allah mengutus para rasul untuk tujuan beribadah kepada-Nya subhanahu wa ta’ala…” (lihat I’anatul Mustafid, 1/35)
Adapun istilah thaghut, para ulama menjelaskan bahwa thaghut mencakup segala sesuatu yang disembah selain Allah dan dia ridha dengannya. Oleh sebab itu sebagian salaf menafsirkan thaghut dengan dukun-dukun/paranormal, ada juga yang menafsirkan thaghut dengan setan. Imam Ibnu Qayyim rahimahullah memberikan pengertian yang cukup lengkap tentang thaghut. Beliau mengatakan, bahwa thaghut ialah segala hal yang membuat seorang hamba melampaui batas dengan cara disembah, diikuti, atau ditaati. Demikian sebagaimana dinukil oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan dalam syarahnya (lihat Fat-hul Majid, hal. 19)
Kesimpulan :
- Allah mengutus para rasul untuk mendakwahkan tauhid
- Tauhid akan terwujud dengan beribadah kepada Allah semata dan menjauhi thaghut
- Thaghut adalah segala yang disembah selain Allah
- Dakwah tauhid mencakup dua bagian utama; ibadah kepada Allah dan meninggalkan segala bentuk kemusyrikan. Oleh sebab itu untuk bisa merealisasikan tauhid harus diketahui hakikat ibadah dan hakikat syirik secara lebih terperinci
- Ibadah kepada Allah tanpa disertai mengingkari dan berlepas diri dari syirik tidak akan diterima di sisi Allah
- Kesalarasan antara tujuan dan hikmah penciptaan jin dan manusia dengan tujuan dan hikmah diutusnya para rasul ‘alaihimush sholatu was salam; yaitu dalam rangka mewujudkan tauhid. Allah ciptakan manusia untuk bertauhid dan Allah utus para rasul untuk mengajak mereka bertauhid dan menjelaskan bagaiman tata-cara ibadah kepada Allah
- Wajibnya mengimani para rasul dan mengikuti syari’at mereka, dan sesungguhnya agama para rasul itu adalah sama -yaitu islam, yang tegak di atas prinsip ketauhidan- meskipun syari’at atau aturan teknisnya berlainan
- Wajibnya menjelaskan kepada umat hakikat tauhid secara gamblang dan membeberkan kepada mereka hal-hal yang merusak tauhid, berupa syirik dan lain sebagainya
- Orang-orang yang berdakwah dengan melalaikan dakwah tauhid -apalagi menjauhkan umat dari dakwah tauhid- pada hakikatnya mereka telah mengkhianati misi dakwah Islam dan merongrong perjuangan dakwah para rasul ‘alaihimush sholatu was salam
Baca Juga :
> Silsilah Syarah Kitab Tauhid. Bagian 3 : di sini
> Silsilah Syarah Kitab Tauhid. Bagian 2 : di sini